SUMEDANG Yana Supriatna yang menghilang misterius di Cadas Pangeran, kini telah ditemukan di Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani Kabupaten CirebonSri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi berputra - Pangeran Walangsungsang lahir 1423 - Lara Santang lahir 1426 - Raja Sangara lahir 1428 - Sanghiyang Surawisesa - Sang Surasowan A. Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman pendiri kerajaan Islam pertama di Tatar Sunda yang bernama Nagara Agung Pakungwati Cirebon. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Indang Geulis, putri Ki Gedeng Danuwarsih, memiliki anak yaitu 1. Nyai Pakungwati b. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Riris atau Nyai Kancanalarang, putri Ki Danusela atau Ki Gedeng Alang-alang memiliki anak yaitu 2. Pangeran Cerbon atau Pangeran Carbon yang lahir tahun 1454. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Rasajati, putri Maolana Ibrahim Akbar atau Syekh Maulana Jatiswara dari Campa memiliki anak yaitu 3. Nyai Laraskonda 4. Nyai Lara Sajati 5. Nyai Jatimerta 6. Nyai Jamaras 7. Nyai Mertasinga 8. Nyai Cempa 9. Nyai Rasamalasih B. Lara Santang atau Syarifah Mudaim menikah dengan Maolana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah dari Mesir, memiliki anak yaitu 1. Syarif Hidayatullah 2. Syarif Nurullah C. Raja Sangara atau Haji Mansur menikah dengan Nyai Kalimah atau Nyai Gedeng Kalisapu dari Campa. D. Sanghiyang Surawisesa melanjutkan tahta Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran hingga wafatnya pada tahun 1535 M. Prabu Sanghiyang Surawisesa ini yang membuat Prasasti Batutulis Bogor. Putranya yaitu 1. Prabu Ratu Dewata, wafat tahun 1543 M. E. Sang Surasowan, menjadi Bupati Banten Pesisir, memiliki anak yaitu 1. Sang Arya Surajaya, mewarisi tahta Banten Pesisir. 2. Nyai Kawung Anten, menikah dengan Syarif Hidayatullah. I. Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati dilahirkan di Mekah pada tahun 1448. Pada tahun 1470 tiba di Cirebon dan menjadi Sinuhun Cirebon ke- II menggantikan uaknya Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1479. Wafat pada tahun 1568 pada usia 120 tahun. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Babadan wafat tahun 1477 putri Ki Gedeng Babadan yang dinikahi pada tahun 1471, anaknya meninggal saat masih kecil. b. Dari istrinya yang bernama Nyai Kawung Anten yang dinikahi pada tahun 1475, memiliki anak Ratu Winaon lahir tahun 1477 yang nantinya bersuamikan Pangeran Atas Angin atau Pangeran Raja Laut. Pangeran Sebakingkin atau Maulana Hasanuddin lahir tahun 1478 yang nantinya menjadi penguasa Banten pada tahun 1522. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Pakungwati putri Pangeran Cakrabuwana, uaknya, yang dinikahi pada tahun 1478 tidak diketahui berputra. d. Dari istrinya yang bernama Ong Tien wafat tahun 1488, putri Tionghoa yang dinikahi pada tahun 1481 memiliki seorang putra yang meninggal ketika baru lahir di Luragung e. Dari istrinya yang bernama Syarifah Baghdad, adik Maolana Abdurrahman Bagdadi atau dikenal sebagai Pangeran Panjunan, mempunyai anak yaitu Pangeran Jayakelana lahir tahun 1486 dan wafat tahun 1516 yang nantinya menikah dengan Ratu Pembayun putri Raden Patah. Ratu Pembayun setelah Pangeran Jayakelana wafat menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Gung Anom atau Pangeran Bratakelana atau Pangeran Sedang Lautan lahir tahun 1488 dan wafat tahun 1513 di laut Gebang yang nantinya menikah dengan Ratu Nyawa putri Raden Patah. f. Dari istrinya yang bernama Nyai Tepasari, putri Ki Gedeng Tepasan dari Majapahit, memiliki anak yaitu Nyai Ratu Ayu lahir tahun 1493 yang nantinya menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua, dan setelah Pangeran Sabrang Lor wafat, menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Mohammad Arifin atau Pangeran Pasarean lahir tahun 1495 dan wafat tahun 1552 di Demak yang menikah dengan Ratu Nyawa, janda kakaknya, Pangeran Gung Anom atau Pangeran Sedang Lautan. g. Dari istrinya yang bernama Nyai Gedeng Sembung atau Nyai Ageng Sampang atau Nyai Gede Kancingan, tidak diketahui memiliki anak. h. Dari istrinya yang bernama Nyi Mas Rarakerta, putri Ki Gedeng Jatimerta memiliki anak yaitu Bung Cikal Nyai Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sabrang Lor pada tahun 1511, namun Pangeran Sabrang Lor wafat pada tahun 1521 dengan tidak berputra. Kemudian Ratu Ayu bersuamikan Ki Fadhillah pada tahun 1524. Dari perkawinan ini Ratu Ayu memiliki anak yaitu Ratu Wanawati Raras yang lahir tahun 1525 Pangeran Pasarean menjadi Dipati Cirebon I pada tahun 1528 atas nama ayahnya ketika Syarif Hidayat sedang berkeliling Tatar Sunda menyebarkan agama Islam. Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Nyawa, putri Raden Patah, janda dari Pangeran Gung Anom dan memiliki anak yaitu Pangeran Kesatriyan yang lahir tahun 1516. Pangeran Losari yang lahir tahun 1518. Pangeran Sawarga atau Pangeran Sindang Kempeng yang lahir tahun 1521 dan wafat tahun 1556. Nyai Ratu Emas yang lahir tahun 1523. Pangeran Santana Panjunan yang lahir tahun 1525. Pangeran Weruju atau Pangeran Suryanagara yang lahir tahun 1550. Pangeran Sawarga bin Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Wanawati Raras binti Fadhillah, memiliki anak yaitu Ratu Ayu Sakluh yang lahir tahun 1545. Pangeran Emas atau bergelar Panembahan Ratu yang lahir tahun 1547 dan wafat tahun 1649. Pangeran Manis yang lahir tahun 1548. Pangeran Wirasuta yang lahir tahun 1550. Panembahan Ratu atau Pangeran Emas dua kali menikah. a. Dari Ratu Harisbaya tidak memiliki anak, dicerai kemudian Ratu Harisbaya menikah dengan Pangeran Geusan ulun dari Sumedang. b. Dari Ratu Lampok Angroros, putri Sultan Pajang Jaka Tingkir pada tahun 1571, memiliki anak yaitu Pangeran Seda Blimbing yang lahir tahun 1571. Pangeran Arya Kidul yang lahir tahun 1572. Pangeran Wiranagara yang lahir tahun 1573. Ratu Emas yang lahir tahun 1575. Pangeran Sedang Gayam yang lahir tahun 1578. Pangeran Singawani yang lahir tahun 1581. Pangeran Sedang Gayam menjadi Dipati Cirebon II dan menikah dengan seorang putri Mataram, memiliki anak yaitu; Ratu Putri Raden Putra dan bergelar Panembahan Girilaya yang lahir tahun 1601 dan wafat di Girilaya pada tahun 1662. Panembahan Girilaya memiliki dua istri. a. Dari istri pertamanya putri Amangkurat I dari Mataram memiliki anak yaitu Pangeran Martawijaya yang menjadi Sultan Sepuh I dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarim Syamsuddin. Pangeran Kartawijaya yang menjadi Sultan Anom I dengan gelar Sultan Anom Abil Makarim Badriddin. Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cirebon I atau Panembahan Agung, disebut juga Panembahan Gusti. b. Dari istri kedua memiliki anak yaitu; Panembahan Katimang Pangeran Raja Giyanti. KeratonKasepuhan Cirebon atau Keraton Pakungwati, dibangun oleh Pangeran Cakrabuana atau sering dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cerbon pada tahun 1430,berselang waktu kemudian Pangeran Cakrabuana mengganti nama menjadi Keraton Pakungwati yang sebelumnya nama pertamanya yaitu Dalem Agung Pakungwati, dikarenakan Pangeran Cakrabuana mempunyai kasih sayang terhadap putrinya yang bernama Ratu Ayu Menggali Potensi Wisata Religi di Bandung Barat Oleh Adhyatnika Geusan Ulun “Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi ini perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya.” Bandung Barat adalah kabupaten yang relatif berusia muda. Daerah otonom hasil pemekaran Kab. Bandung tersebut diresmikan pada 12 januari 2007. Daerah yang cukup kaya dengan sejumlah potensi yang dimilikinya; mulai dari keadaan alam, jumlah penduduk, objek wisata, hingga institusi pendidikan yang tersebar di seluruh wilayahnya. Hal tersebut menjadikan kabupaten muda ini sangat berpeluang menjadi daerah yang unggul dalam segala bidang. Salah satu primadona Kab. Bandung Barat KBB adalah sektor pariwisata. Saat ini tercatat 159 situs bersejarah tersebar di 16 kecamatan. Sebanyak 17 situs di antaranya didaftarkan menjadi cagar budaya nasional. Sementara itu, baru satu situs yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, yaitu Observatorium Bosscha di Lembang. Melihat hal ini, objek wisata di daerah ini cukup lengkap. Mulai dari wisata alam seperti; Tangkuban Perahu, Gunung B[urangrang, Curug Maribaya, Taman Begonia, Taman Hutan Jayagiri Lembang, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Curug Omas, Curug Cimahi, Curug Malela, Situ Ciburuy, Stone Garden, Gua Pawon, Gua Sanghyang Tikoro, Lembah Curugan Gunung Putri, Waduk Cirata, Waduk Saguling, Sēndang Geulis Kahuripan, Pasir Keraton, Tutugan Burangrang. Kemudian wisata sejarah; Observatorium Bosscha, Makam Karl Adolf Bosscha. Belum lagi ada wisata keluarga dan kuliner, yakni Kampung Gajah Wonderland, Pusat Tanaman Cihideung, Dusun Bambu Lembang, Ciwangun Indah Camp, Terminal Wisata Grafika Cikole, Floating Market Lembang, Farm House Lembang, De’Ranch Lembang, dan Kota Baru Parahyangan. Adalah wisata religi yang tidak boleh diabaikan, dan patut diperhitungkan oleh Pemerintah KBB, mengingat penduduknya yang religius dan mayoritas suku Sunda yang identik dengan Islam. Sebenarnya cukup banyak potensi yang bisa digali dan dikembangkan menjadi wisata unggulan disamping objek di atas. Daerah yang banyak dihuni oleh para ulama dan santri ini memiliki sejumlah situs sejarah jejak-jejak peninggalan para penyebar agama Islam. Sebut saja Makam Embah Dalem Jagat Sakti dan Eyang Dipatiukur di Cipatat, Makam Eyang Keraton Ciawitali di Cikalongwetan. Makam Sembah Dalem Ibrahim di Ciraden Cihampelas, Makam Mama Ilyas Cibitung, Makam Keramat Salem di Desa Tenjolaut, Makam Keramat Dayeuh Luhur di Desa Puteran, Makam Keramat Bale Kambang di Komplek Perkebunan Gunung Susuruh, dan Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei atau Pangeran Raja Atas Angin di Cipongkor. Menarik untuk dikaji tentang situs sejarah yang berada di Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kab. Bandung Barat, yakni Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei. Pemakaman seluas 2,5 hektar ini, menyimpan jejak-jejak sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Priangan, khususnya Bandung dan sekitarnya. Sebuah pohon besar, yang akarnya menyembul ke permukaan makam, menambah istimewanya area ini. Adalah Syaikh Maulana Muhammad Syafei, seorang penyebar agama Islam keturunan langsung Sultan Ageng Tirtayasa, atau keturunan kesembilan Syaikh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Tokoh ini merupakan pelopor syiar Islam di sejumlah wilayah Jawa Barat; mulai dari Cisewu, Garut, hingga Surade, Sukabumi. Kedatangannya tidak terlepas dari misi dakwah yang diembannya sebagai seorang Waliyullah. Ditemani oleh dua panglimanya, yakni Eyang Jaga Raksa dan Eyang Jaga Wadana, Sang Wali berdakwah ke pelosok daerah. Dalam syiarnya di daerah Cijenuk, dibantu oleh sang istri, Nyimas Rangga Wuluh, dan kedua anak perempuannya, yakni Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan, Syaikh Maulana mendirikan sebuah pesantren. Pesantren sederhana namun kerap dikunjungi para santri dari berbagai daerah. Keempat tokoh tersebut sangat berperan dalam berkembangnya Islam. Dari sinilah keturunan Syaikh Maulana banyak mendirikan pesantren di berbagai tempat. Semasa hidupnya, Syaikh Maulana Muhammad Syafei dikenal memiliki banyak karomah. Salah satu karomahnya adalah dapat berada di banyak tempat dalam satu waktu. Menurut penuturan para orang tua di Cijenuk yang diimami salat zhuhur oleh Sang Wali, sama halnya dengan daerah lain yang juga diimami salat Syaikh. Inilah yang kemudian membuat masyarakat menjulukinya sebagai Pangeran Raja Atas Angin. Gelar Pangeran Raja dikarenakan Syaikh turunan Kesultanan Cirebon, sementara Atas Angin dikarena dapat berpindah tempat dalam satu waktu. Kembali ke situs di atas. Setiap hari terdapat 100-200 peziarah datang. Pada malam Jumat Kliwon bisa mencapai peziarah. Bahkan pada 12-17 Rabiulawal, saat haul Sang Wali, jumlah peziarah mencapai puncaknya. Dalam se-minggu bisa mencapai 10 ribu peziarah datang dari berbagai daerah, termasuk dari pelosok Nusantara, seperti Batam, Aceh, Padang, Gorontalo dan bahkan Malaysia. Selain mendoakan Syaik Maulana, juga mengambil hikmah perjuangan syiarnya, sambil merasakan tenteramnya pemakaman di daerah yang masih hening, jauh dari kebisingan kota. Kegiatan yang dilakukan biasanya berzikir, bertawasul kepada Baginda Rasul, dan istigotsah yang dipandu oleh penjaga kunci makam. Para pecinta Sang Wali bersimpuh di kompleks pemakaman yang juga termasuk anak pertamanya, Raden Muhammad Kamaludin, dengan tembok setinggi 1,3 meteran. Di sebelah Barat berdiri gerbang berwarna putih. Sementara, di bagian timur terdapat dua bangunan majelis, berhadapan langsung dengan makam yang masing-masing berukuran 18 x 9 meter. Bangunan tersebut diperuntukkan bagi peziarah perempuan, dan 15 x 9 meter untuk laki-laki. Selain itu terdapat Masjid Al-Karomah, yang dibangun pada tahun 2000-an. Umumnya para peziarah datang berkelompok dengan kendaraan roda dua dan empat. Tidak sedikit juga perorangan. Melihat animo peziarah yang terus bertambah setiap waktu, belum didukung infrastruktur yang memadai. Jalan belum cukup dilalui oleh kendaraan ukuran besar. Masjid yang ada, juga tidak mampu menampung jamaah yang membludak pada saat haul. Keterbatasan dana pemeliharaan yang selama ini diambil dari sedekah peziarah dan uang pribadi pengelola sangat berimbas pada keasrian komplek. Butuh perhatian dinas terkait agar semua permasalahan di atas dapat diatasi. Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi ini perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya. Akhirnya, semoga hal ini segera ditindaklanjuti pihak berwenang. Gigihnya Syaikh Maulana Muhammad Syafei dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah, haruslah dijawab oleh setiap anak bangsa dengan lebih semangat melestarikannya. Jika Pangeran Raja dapat berada di berbagai tempat dalam satu waktu, maka generasi berikutnya harus mampu berada dalam berbagai keadaan dalam satu tujuan. Melestarikan dan meneruskan perjuangan mulia Sang Wali.*** Narasumber Ii Prawirasuganda Ketua Komite SMPN 1 Cipongkor, Kuncen dan keturunan ke-9 Pangeran Raja Atas Angin, Bangsawan Penyebar Agama Islam Profil Penulis Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Ig.adhyatnika geusan ulun Total Views 0 RatuWinahon dinikahi oleh Pangeran Atas Angin, yaitu seorang Pangeran yang berasal dari negeri atas angin, negeri ini menurut sebagian orang disebut sebagai Minangkabau namun sebagiannya lagi menyebutnya Jambi.
Cirebon OnlineNgamprah – Kabupaten Bandung Barat sebelumnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kabupaten Bandung. Dalam perjalanan historisnya, Bandung Barat juga tak terpisahkan dari wilayah Priangan. Bahkan, tak juga bisa dipisahkan dalam konteks sejarah Jawa Barat atau Sunda pada umumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mengungkap bahwa Jawa Barat telah dihuni oleh masyarakat manusia dari prasejarah dan sejarah. Salah satunya bisa dibuktikan dengan adanya Makam Keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe’i atau yang lebih dikenal dengan julukan Pangeran Atas Angin yang berada di Kampung Keramat Wali RT01/RW07 Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Untuk menuju ke lokasi objek Makam Syekh Maulana Muhammad Syafe’ i akan melalui jalan yang cukup representatif lantaran merupakan jalan provinsi yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Komplek makam keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe’i merupakan makam keluarga dan posisinya juga berada dalam benteng. Sementara itu, makam-makam yang berada dalam pagar tersebut berjumlah 11 makam. Kesebelas makam tersebut tidak menggunakan jirat ataupun nisan, namun ditata dengan batu-batu alam dengan membentuk pola segi empat. Di sebelah timur makam terdapat sebuah masjid, sementara di sebelah barat makam terdapat bangunan khusus untuk berziarah. Bangunan tersebut cukup representatif, terdapat ruangan khusus untuk pria ukuran 9 x 13 meter dan untuk wanita 9 x 16 m. Di samping itu, terdapat pula kamar khusus sebanyak 4 empat kamar dengan ukuran 2,25 x 3 meter. Kamar-kamar tersebut berada di bawah tanah, posisinya berada di bawah ruangan berziarah bagi kaum wanita. Fungsi kamar di bawah tanah itu adalah untuk berkhalwat atau menyepi. Kepala Seksi Sejarah dan Cagar Budaya pada Disparbud KBB Asep Diki Hidayat mengatakan, semula Desa Cijenuk bernama Kampung Panaruban. Kata Panaruban sendiri berasal dari bahasa Arab Taharub’ yang berarti mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Syekh Maulana Muhammad Syafe’i dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam melalui metode zikir,” katanya, Rabu 22 September 2021. Lama kelamaan, sambung dia, di tempat tersebut banyak didatangi para santri yang ingin belajar Islam. “Maka tempat tersebut dinamai Cijenuk tempat berkumpul. Dalam perkembangan selanjutnya, kampung tersebut berubah menjadi Cijenuk,” sambungnya. Lebih lanjut Asep menerangkan, Syekh Maulana Muhammad Syafe’i diduga berasal dari Banten. Kehadirannya di tempat tersebut, di samping lokasinya cocok untuk pengembangan ajaran Islam, juga sebagai tempat perlindungan dari kejaran kolonial Belanda. “Waktu abad ke-18 melakukan pembantaian terhadap para bangsawan Banten dan keturunannya,” terangnya. Ia menyebut, Syekh Maulana Muhammad Safe’i merupakan salah satu dari keturunan dari para Sultan Banten. Antara Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, kata dia, masih terkait hubungan darah dan titik sentralnya diambil dari garis Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. “Mengingat masih ada garis keturunan dari Kesultanan Cirebon, maka keturunan Syekh Maulana Muhammad Syafe’i Cijenuk keberadaannya sampai dengan sekarang diakui oleh Kesultanan Kanoman, Cirebon,” tandasnya. Agus Satia Negara.***
KesultananKacirebonan adalah berdiri pada tahun 1808 sebagai hasil perundingan keluarga besar kesultanan Kanoman dikarenakan telah bertahtanya Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Immamudin yang merupakan adik dari Pangeran Raja Kanoman (putera tertua Sultan Anom IV Pangeran Raja Adipati Muhammad Chaerudin), hasil dari perundingan besarAdhyatnika Geusan Ulun Sejarah Saturday, 10 Sep 2022, 2146 WIB Situs Religi Makam Pangeran Raja Atas Angin di Cijenuk Bandung Oleh Adhyatnika Geusan Ulun Bandung Barat adalah kabupaten yang relatif berusia muda. Daerah otonom hasil pemekaran Kab. Bandung tersebut diresmikan pada 12 januari 2007. Daerah yang cukup kaya dengan sejumlah potensi yang dimilikinya; mulai dari keadaan alam, jumlah penduduk, objek wisata, hingga institusi pendidikan yang tersebar di seluruh wilayahnya. Hal tersebut menjadikan kabupaten muda ini sangat berpeluang menjadi daerah yang unggul dalam segala bidang. Salah satu primadona Kab. Bandung Barat KBB adalah sektor pariwisata. Saat ini tercatat 159 situs bersejarah tersebar di 16 kecamatan. Sebanyak 17 situs di antaranya didaftarkan menjadi cagar budaya nasional. Sementara itu, baru satu situs yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, yaitu Observatorium Bosscha di Lembang. Jika melihat hal tersebut, objek wisata di daerah ini cukup lengkap. Mulai dari wisata alam seperti; Tangkuban Perahu, Gunung B[urangrang, Curug Maribaya, Taman Begonia, Taman Hutan Jayagiri Lembang, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Curug Omas, Curug Cimahi, Curug Malela, Situ Ciburuy, Stone Garden, Gua Pawon, Gua Sanghyang Tikoro, Lembah Curugan Gunung Putri, Waduk Cirata, Waduk Saguling, Sēndang Geulis Kahuripan, Pasir Keraton, Tutugan Burangrang. Kemudian wisata sejarah; Observatorium Bosscha, Makam Karl Adolf Bosscha. Belum lagi ada wisata keluarga dan kuliner, yakni Kampung Gajah Wonderland, Pusat Tanaman Cihideung, Dusun Bambu Lembang, Ciwangun Indah Camp, Terminal Wisata Grafika Cikole, Floating Market Lembang, Farmhouse Lembang, De'Ranch Lembang, dan Kota Baru Parahyangan. Adalah wisata religi yang tidak boleh diabaikan, dan patut diperhitungkan oleh Pemerintah KBB, mengingat penduduknya yang religius dan mayoritas suku Sunda yang identik dengan Islam. Sebenarnya cukup banyak potensi yang bisa digali dan dikembangkan menjadi wisata unggulan disamping objek di atas. Daerah yang banyak dihuni oleh para ulama dan santri ini memiliki sejumlah situs sejarah jejak-jejak peninggalan para penyebar agama Islam. Sebut saja Makam Embah Dalem Jagat Sakti dan Eyang Dipatiukur di Cipatat, Makam Eyang Keraton Ciawitali di Cikalongwetan. Makam Sembah Dalem Ibrahim di Ciraden Cihampelas, Selanjutnya,Makam Mama Ilyas Cibitung, Makam Keramat Salem di Desa Tenjolaut, Makam Keramat Dayeuh Luhur di Desa Puteran, Makam Keramat Bale Kambang di Komplek Perkebunan Gunung Susuruh, dan Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei atau Pangeran Raja Atas Angin di Cipongkor. Menarik untuk dikaji tentang situs sejarah yang berada di Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kab. Bandung Barat, yakni Makam Syaikh Maulana Muhammad Syafei. Pemakaman seluas 2,5 hektar ini, menyimpan jejak-jejak sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Priangan, khususnya Bandung dan sekitarnya. Sebuah pohon besar, yang akarnya menyembul ke permukaan makam, menambah istimewanya area ini. Adalah Syaikh Maulana Muhammad Syafei, seorang penyebar agama Islam keturunan langsung Sultan Ageng Tirtayasa, atau keturunan kesembilan Syaikh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Tokoh ini merupakan pelopor syiar Islam di sejumlah wilayah Jawa Barat; mulai dari Cisewu, Garut, hingga Surade, Sukabumi. Kedatangan Sang Penyebar agama Islam ini tidak terlepas dari misi dakwah yang diembannya sebagai seorang Waliyullah. Ditemani oleh dua panglimanya, yakni Eyang Jaga Raksa dan Eyang Jaga Wadana, Sang Wali berdakwah ke pelosok daerah. Dalam syiarnya di daerah Cijenuk Cipongkor, dibantu oleh sang istri, Nyimas Rangga Wuluh, dan kedua anak perempuannya, yakni Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan, Syaikh Maulana mendirikan sebuah pesantren. Pesantren yang cukup sederhana, namun kerap dikunjungi para santri dari berbagai daerah. Keempat tokoh tersebut sangat berperan dalam berkembangnya Islam. Dari sinilah keturunan Syaikh Maulana banyak mendirikan pesantren di berbagai tempat. Semasa hidupnya, Syaikh Maulana Muhammad Syafei dikenal memiliki banyak karomah. Salah satu karomahnya adalah dapat berada di banyak tempat dalam satu waktu. Menurut penuturan para orang tua di Cijenuk yang diimami salat zhuhur oleh Sang Wali, sama halnya dengan daerah lain yang juga diimami salat Syaikh. Inilah yang kemudian membuat masyarakat menjulukinya sebagai Pangeran Raja Atas Angin. Gelar Pangeran Raja dikarenakan Syaikh turunan Kesultanan Cirebon, sementara Atas Angin dikarena dapat berpindah tempat dalam satu waktu. Kembali ke situs di atas. Setiap hari terdapat 100-200 peziarah datang. Pada malam Jumat Kliwon bisa mencapai peziarah. Bahkan pada 12-17 Rabiulawal, saat haul Sang Wali, jumlah peziarah mencapai puncaknya. Dalam se-minggu bisa mencapai 10 ribu peziarah datang dari berbagai daerah, termasuk dari pelosok Nusantara, seperti Batam, Aceh, Padang, Gorontalo dan bahkan Malaysia. Di sana, selain mendoakan Syaik Maulana, juga mengambil hikmah perjuangan syiarnya, sambil merasakan tenteramnya pemakaman di daerah yang masih hening, jauh dari kebisingan kota. Kegiatan yang dilakukan biasanya berzikir, bertawasul kepada Baginda Rasul, dan istigotsah yang dipandu oleh penjaga kunci makam. Para pecinta Sang Wali bersimpuh di kompleks pemakaman yang juga termasuk anak pertamanya, Raden Muhammad Kamaludin, dengan tembok setinggi 1,3 meteran. Di sebelah Barat berdiri gerbang berwarna putih. Sementara, di bagian timur terdapat dua bangunan majelis, berhadapan langsung dengan makam yang masing-masing berukuran 18 x 9 meter. Bangunan tersebut diperuntukkan bagi peziarah perempuan, dan 15 x 9 meter untuk laki-laki. Selain itu terdapat Masjid Al-Karomah, yang dibangun pada tahun 2000-an. Umumnya para peziarah datang berkelompok dengan kendaraan roda dua dan empat. Tidak sedikit juga perorangan. Melihat animo peziarah yang terus bertambah setiap waktu, belum didukung infrastruktur yang memadai. Jalan belum cukup dilalui oleh kendaraan ukuran besar. Masjid yang ada, juga tidak mampu menampung jamaah yang membludak pada saat haul. Keterbatasan dana pemeliharaan yang selama ini diambil dari sedekah peziarah dan uang pribadi pengelola sangat berimbas pada keasrian komplek. Simpulan Butuh perhatian dinas terkait agar semua permasalahan di atas dapat diatasi. Tempat yang sarat dengan sejarah itu sangat disayangkan jika dibiarkan tanpa dijaga kelestariannya. Sudah saatnya Pemerintah menyikapinya dengan cepat, agar jejak penyebaran Islam di Kab. Bandung Barat ini tidak sirna. Potensi wisata religi di atas perlahan akan meredup jika tidak segera dibenahi. Generasi akan datang hanya akan membaca kisah pejuang syiar Islam ini di buku-buku cerita legenda tanpa dapat melihat bukti fisiknya. Akhirnya, semoga hal ini segera ditindaklanjuti pihak berwenang. Gigihnya Syaikh Maulana Muhammad Syafei dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah, haruslah dijawab oleh setiap anak bangsa dengan lebih semangat melestarikannya. Jika Pangeran Raja dapat berada di berbagai tempat dalam satu waktu, maka generasi berikutnya harus mampu berada dalam berbagai keadaan dalam satu tujuan. Melestarikan dan meneruskan perjuangan mulia Sang Wali. *** Narasumber Ii Prawirasuganda Tokoh Cipongkor Bandung Barat, Kuncen dan keturunan ke-9 Pangeran Raja Atas Angin. Sumber tulisan Profil Penulis Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. email [email protected]., [email protected] geusan ulun. wisatareligi bandungbarat Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Sejarah
Beberapayang memimpin perlawanan terhadap Belanda yakni Bagus Arsitem (Pangeran Sukmadiningrat), Bagus Rangin (Pangeran Atas Angin), Bagus Serit (Pangeran Syakroni).Perlawanan terpusat di Desa Kedondong Kecamatan Susukan pada April sampai September tahun 1818."Belanda ditantang untuk datang ke Desa Kedondong.